Stratifikasi sosial
atau pelapisan sosial merupakan sesuatu yang dianggap sangat penting untuk
mencari latar belakang hidup dan sifat mendasar suatu masyarakat. Masalah
stratifikasi sosial merupakan masalah yang menyangkut perbedaan dan derajat
terhadap individu dalam masyarakat.
Ukuran perbedaan
dapat dilihat dari kekuasaan dan kekayaan, sehingga orang memiliki keduanya
dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari yang lain. Hal senada juga
dikemukakan oleh Sorokin dalam Soekanto (1992 : 251) sebagai berikut :
Sistem lapisan merupakan ciri
yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, barang siapa
yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap
masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit
sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat
mempunyai kedudukan yang lebih rendah.
Perbedaan kedudukan
dalam suatu masyarakat akan lebih jelas bila melihat kecenderungan orang-orang
yang menganggap dirinya memiliki kedudukan tertentu untuk bergaul dengan
orang-orang dari kalangan mereka sendiri.
Pelapisan sosial
masyarakat di Kabupaten Barru pada umumnya sama dengan pelapisan sosial dengan
masyarakat Bugis pada umumnya. Menurut Mattulada (1995 : 30), pelapisan sosial
masyarakat Bugis dibedakan kedalam tiga lapisan, yaitu :
1. Anakarung (Lapisan raja beserta
sanak-keluarganya; kaum bangsawan)
2. Maradeka (= Lapisan msyarakat
jelata atau orang kebanyakan)
3. Ata (= Sahaya)
Dalam golongan pertama, yaitu Anakarung yang
merupakan golongan pertama sering dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu Arung,
Ana Cera’, dan Tau Deceng. Sehingga penggolongan lapisan masyarakat menjadi Lima golongan seperti
yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Barru,
Seksi Kebudayaan (1983 : 44), tentang stratifikasi sosial masyarakat Barru sebagai
berikut :
1. Arung (bangsawan tinggi)
2. Ana Cera’ (bangsawan menengah)
3. Tau Deceng (bangsawan rendah)
4. Tau Sama’ (masyarakat biasa)
5. Ata’ (budak belian)
Berdasarkan pelapisan yang telah dikemukakan di
atas, jelas terlihat adanya keterkaitan sosial diantara semua golongan tersebut.
Biasanya golongan bangsawan merupakan penguasa sekaligus sebagai pemegang
tampuk pemerintahan sekaligus memiliki tingkat sosial yang lebih tertinggi atau
teratas dalam pelapisan masyarakat. Sementara golongan rakyat kebanyakan atau To Sama’ merupakan orang-orang yang
bukan bangsawan. Sedangkan golongan
Ata’ adalah budak, yaitu orang-orang
tawanan perang, orang yang diperjualbelikan, orang yang tidak membayar hutang
dan orang yang melanggar pantangan adat, dan merupakan golongan dengan status
sosial paling rendah.
Dalam kehidupan sosial terutama yang berhubungan dengan
urusan perjodohan pada masa lampau di Barru, dimana seorang wanita hanya boleh
menikah dengan laki-laki yang berasal dari lapisan sosial yang sederajat atau
lebih tinggi, sebaliknya bangsawan laki-laki boleh-boleh saja menikah dengan
wanita lain yang sederajat maupun yang lebih rendah lapisan sosialnya.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, menyebabkan istilah-istilah tersebut hampir sudah tidak
ditemukan lagi di tengah-tengah masyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari sudah
tidak nampak jelas lapisan masyarakat ini. Tetapi di lain pihak muncul
pelapisan baru dalam masyarakat dimana orang yang dianggap memiliki kedudukan
tinggi adalah orang yang memiliki kekayaan, jabatan dan pendidikan yang tinggi.
Sementara golongan yang lain hanya menjadi golongan biasa yang umumnya ada
dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment