Saturday 14 March 2015

BARRU

Perubahan Menjadi Kabupaten
Setelah Indonesia memproklamasikan diri menjadi sebuah Negara pada tahun 1945, maka segala masalah yang ada di dalam Wilayah teritorial bangsa Indonesia, adalah tanggung jawab sepenuhnya bangsa Indonesia, yang sebelumnya adalah di segala aturan dan kebijakan yang berlaku adalah kebijakan dari penjajah.
Namun bukan berarti bahwa setelah Indonesia lepas dari penjajah, tidak ada lagi persoalan yang muncul. Kemelut politik masih mewarnai perjalanan bangsa Indonesia pada awal-awal berdirinya yang melibatkan para elit politik bangsa pada saat itu. Seperti pada tahun 1959 dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli dengan kembalinya kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya yang sebelumnya berlaku Undang-undang sementara 1949.
Maka setelah itu ditopang lagi oleh Penpres No. 6 tahun 1959, pimpinan dalam pemerintahan diletakkan dalam tangan seorang kepala daerah, baik dalam bidang eksekutif sebagai top administrator di bidang Legislatif sebagai ketua DPRD.
Melihat realitas di atas, maka tentunya di setiap daerah yang ada di wilayah Indonesia, yang memiliki potensi daerah baik potensi sumber daya manusia maupun potensi sumber daya alam tentunya, ingin membentuk pemerintahan sendiri. Maka untuk mewujudkan hal tersebut, dibentuklah panitia penuntut Kabupaten Barru pada bulan September 1957 yang menginginkan Barru sebagai daerah otonom setingkat Kabupaten.
Dengan ditandatanganinya naskah Undang-Undang Pembentukan Daerah-Daerah tingkat II di Sulawesi Selatan pada tanggal 4 Juni 1959, tentunya menjadi kabar gembira bagi masyarakat Kabupaten Barru untuk mewujukan cita-citanya. Sehubungan dengan selesainya tugas dari panitia penuntut Kabupaten Barru, maka pada tanggal 20 Oktober panitia ini dibubarkan dan diganti dengan Panitia Realisasi Kabupaten Barru. Djauharuddin (2000 : 49), menjelaskan tentang penggantian hal tersebut :
Membubarkan badan penuntut Kabupaten Barru dan membentuk penggantinya panitia realisasi Kabupaten Barru yang ketuanya andi Iskandar Unru dari Swapraja Tanete, yang anggota-anggotanya adalah anggota Badang Penuntut Kabupaten Barru ditambah pegawai-pegawai swapraja.

Dalam rangka pencalonan untuk memimpin Barru menghangat, pencalonan kepala menyebabkan partai-partai politik sibuk mengadakan konsolidasi dengan partai-partai politik lainnya. Ini tentunya hal yang lumrah bagi menghadapi pemilihan kepala daerah, namun yang selalu menjadi korban dari hal tersebut biasanya rakyat, seperti yang dikemukakan Nurul Huda dalam Thaha (2004 : 35), sebagai berikut :
Fenomena yang melimpah terhadap fenomena politik partai membuat kita lupa dan tidak sensitif terhadap ruang siasat kebudayaan rakyat. Bisa jadi berbagai ratapan terhadap kondisi politik kini karena melupakan akar sekaligus kekuatan demokrasi sendiri, yakni massa rakyat. Sementara itu, energi masyarakat justru diabaikan. Sementara partai-partai politik justru mengeksploitasinya setiap menjelang pemilu.

Namun apa yang dikemukakan oleh Nurul Huda tersebut, tentunya belum semuanya terjadi di Barru pada saat itu. Karena, pergolakan politik yang terjadi pada tahun-tahun tersebut di daerah tidak terlalu panas bila dibandingkan pada saat sekarang ini. Apalagi Barru pada saat itu masih dalam tahap transisi menjadi sebuah daerah otonom, yang tentunya juga masyarakat belum paham akan terlalu mengerti akan hal tersebut.
Perkembangan politik selanjutnya adalah seluruh komponen yang ada di Kabupaten Barru, baik partai politik golongan-golongan lainnya serta seluruh masyarakat mengajukan calon kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur yang bersama dengan Panglima KDM, SST membentuk Panitia (Team) untuk meneliti setiap calon Kepala Daerah.
Dengan terbentuknya Panitia penyeleksi calon Kepala Daerah Barru, maka tidak lama Kepala Daerah pertama Barru pun diangkat melalui SK Pengangkatan No. UP. 7/2/39/376 tanggal 28 Januari 1960. Seperti yang dikemukakan oleh Djauharuddin (2000 : 49) sebagai berikut :
Akhir Januari 1960 tersiarlah berita di surat kabar bahwa La Nakka Letnan Satu AD Kepala Kantor Veteran Kotapraja Makassar diangkat sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Barru. Menyusul terbitnya SK Pengangkatan No. U.P. 7/239/376 tanggal 28 Januari 1960, terhitung mulai tanggal 1 Februari 1960.

Setelah adanya Kepala Daerah definitif yaitu La Nakka, maka panitia realisasi Kabupaten Barru dipimpin ketuanya Andi Iskandar Unru dan tokoh-tokoh masyarakat Barru ke Ujung Pandang manghadap Gubernur untuk menyatakan dukungan pengangkatan La Nakka sebagai Kepala Daerah Barru yang pertama.
Hanya berselang satu bulan setelah penetapan La Naka sebagai Kepala Daerah Tingkat II Barru, tepatnya pada tanggal 20 Februari bertempat di Balai Pemerintahan Swapraja. Selanjutnya dilengkapi perangkat pemerintahan daerah Barru, sementara Andi Iskandar Unru diangkat menjadi Sekretaris Daerah. Anggota Badan Harian (BPH) terdiri dari 4 orang, sedangkan anggota DPRD Gotong Royong terdiri dari 18 orang.
Dalam perkembangan kemudian, maka pada tahun 1961, wilayah-wilayah pemerintahan (bekas Swapraja) yang berstatus distrik, juga mengalami perubahan menjadi 5 wilayah pemerintahan administrasi yang disebut Kecamatan. Adapun kelima Kecamatan tersebut adalah sebagai berikut :
1.   Kecamatan Barru, bekas Swapraja Barru
2.   Kecamatan Tanete Rilau, bekas Swapraja Tanete
3.   Kecamatan Tanete Rilau, bekas Swapraja Tanete
4.   Kecamatan Soppeng Riaja, bekas Swapraja Soppeng Riaja
5.   Kecamatan Mallusettasi, bagian bekas Wilayah Swapraja Mallusetasi. (Tim Penyusun Barru, Tanpa Tahun : 9)

Sehubungan dengan perkembangan Kabupaten Barru yang begitu pesat, dari berbagai segi, maka pada tahun 1996, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 530/VI/1996 tanggal 27 Juni 1996, telah ditetapkan 2 wilayah Kecamatan Perwakilan, yaitu:
1.Kecamatan Perwakilan Balusu dengan wilayah meliputi sebahagian kecamatan Barru dan Kecamatan soppeng Riaja.
2.Kecamatan Perwakilan Pujananting dengan wilayah meliputi sebahagian wilayah Kecamatan Tanete Riaja.
(Tim Penyusun Barru, Tanpa Tahun : 9).
Sampai pada tahun 1995 atau setelah menginjakkan usianya pada angka 45, Kabupaten Barru, telah 5 kali mengalami pergantian Bupati, yaitu :
1.   Lanakka                                                (20-2-96 s/d 1-1-1966)
2.   H. Machmud Sewang                              (16-7-1965 s/d 5-3-1980)
3.   H. Andi Syukur                                     (5-3-1980 s/d 5-3-1985)
4.   H. Mansyur A. Sulthan, BA                    (5-3-1985 s/d 5-3-1990)
5.   Drs. H.A. Pamadengrukka M                  ( 5-3-1990 s/d 5-3-1995)
6.   Drs. H.A. Makkassau Razak                   (6-4-1995 s/d 6-4-2000)

Memasuki pertengahan tahun 2000, Kabupaten Barru yang sebelumnya memiliki lima Kecamatan dan dua Kecamatan Perwakilan telah memiliki tujuh Kecamatan dengan ditetapkannya kedua Kecamatan Perwakilan tersebut menjadi Kecamatan Defenitif dengan wilayah yang sama ketika masih berstatus sebagai Kecamatan Perwakilan.

No comments:

Post a Comment