Thursday 12 March 2015

SEJARAH PENAMAAN BARRU


Dalam naskah sejarah daerah Kabupaten Barru yang bersumber dari Lontara Barru, bahwa yang mula-mula memberi nama Barru ialah “Keluarga yang datang dari Luwu yang dipimpin oleh Lawara Malluajeng yang juga digelar Puang Ribulu Puang Ri Campa”. (Tim penyusun Barru, 1997 : 1). Adapun maksud kedatangan orang Luwu itu adalah untuk mencari tempat dimana air dewata yang berpindah yang sekian lama sebelumnya dipelihara di tempat asalnya Luwu. Namun pada suatu ketika tiba-tiba menghilang dan diperkirakan di tempat lain.
Menurut kepercayaan orang tersebut air dewata tersebut memiliki kesaktian dan merupakan pusaka raja-raja turun-temurun, warisan dari batara guru, yang barang siapa tetap memilkinya ia mempunyai kharisma atau kesaktian untuk dapat memerintah rakyatnya dengan aman dan tenteram.


Setelah keluarga dari Luwu ini mengembara di beberapa tempat, akhirnya sampailah di atas sebuah gunung, tempat ditemukannya air sakti tersebut. Olehnya itu, mereka menetap ditempat itu “yang saat sekarang ini diberi nama Ajarengnge sedangkan sumber air disebut Pujung Waranie” (Djauharuddin,  2000 : 1). Karena di atas gunung itu banyak terdapat pohon yang oleh mereka disebut dengan pohon Aju Beru, maka tempat tersebut disebut Beru. Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Penyusun Barru (Tanpa Tahun : 1) sebagai berikut :
Di sekitar tempat itu banyak tumbuh pohon yang oleh mereka diberi nama AJU BERU (pohon BERU). Selanjutnya tempat pemukiman tersebut diberi nama BERU, yang dari hari ke hari semakin ramai karena datangnya penghuni Beru dari berbagai tempat.

Sebagai kaum pendatang ditempat kosong tersebut, maka Lawara Malluajeng beserta keluarganya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan hidupnya. Pada mulanya mereka hanya dapat mengolah sagu dan enau serta rumbia yang tumbuh disekitar daerah tersebut. Sedangkan untuk jangka panjangnya dibukalah tanaman perkebunan dan persawahan. Suatu lokasi di sebelah Barat perkampungan Beru, tempat yang mulanya hutan rumbia (pohon sagu) dan merupakan makanan penduduk Beru.
Dalam perkembangan selanjutnya, perkampungan Beru menjadi ramai, karena kedatangan orang-orang dari berbagai tempat untuk menetap dan menjadi penduduk Beru. Di samping itu, berkembang pula penduduk yang berasal dari keturunan Lawara Malluajeng.
Berkat kerja keras dan kepemimpinan Lawara Malluajeng merintis dan membina perkampungan Beru dengan arif dan bijaksana, menyebabkan rakyat Beru berkembang dengan pesat. Olehnya itu, beliau diberi gelar Puang Ri Bulu Puang Ri Campa”. (Djauharuddin, 2000 : 2)
Dari masa kemasa Beru berkembang menjadi suatu daerah yang besar, yang pada akhirnya berbentuk menjadi suatu Kerajaan yang merdeka dan berdaulat serta sejajar dengan Kerajaan-Kerajaan lain yang ada di sekitarnya. Kerajaan tersebut diberi nama Kerajaan Beru.
Diriwayatkan pula, pada suatu masa Kerajaan Beru dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama We Sanira Petta Cakke Awo, beliau adalah keturunan Lawara Malluajeng Puang Ri Bulu Puang Ri Campa. Pada waktu Ratu ini naik tahta sebagai raja yang ke-15 Kerajaan Beru, beliau mempunyai pendamping. Karena keahlian dan kebijakannya mengendalikan pemerintahan dengan arif, maka beliau dikenal diantara raja-raja yang ada di daerah lain seperti Bone, Gowa. Hal inilah yang menyebabkan raja-raja Bone maupun Gowa ingin melamar Ratu Kerajaan Beru, yang pada akhirnya putera Mahkota Kerajaan Gowa Pattimarang yang berhasil mempersunting Ratu Kerajaan Beru.

Dengan adanya dua kekuatan besar yang bersatu menjadi satu keluarga, menyebabkan Kerajaan Beru berkembang dengan pesat. Namun, di sisi lain pengikut-pengikut putera mahkota Kerajaan Gowa mengalami kesulitan dalam hal pengucapan kata Beru. Mereka lebih mudah mengucapkan BA-R-RU. Dari dasar inilah Beru menjadi Barru.

No comments:

Post a Comment