Perubahan
Menjadi Kabupaten
Setelah Indonesia memproklamasikan
diri menjadi sebuah Negara pada tahun 1945, maka segala masalah yang ada di
dalam Wilayah teritorial bangsa Indonesia, adalah tanggung jawab sepenuhnya
bangsa Indonesia, yang sebelumnya adalah di segala aturan dan kebijakan yang
berlaku adalah kebijakan dari penjajah.
Namun bukan berarti
bahwa setelah Indonesia
lepas dari penjajah, tidak ada lagi persoalan yang muncul. Kemelut politik
masih mewarnai perjalanan bangsa Indonesia pada awal-awal berdirinya
yang melibatkan para elit politik bangsa pada saat itu. Seperti pada tahun 1959
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli dengan kembalinya kepada Undang-Undang
Dasar 1945 yang sebelumnya yang sebelumnya berlaku Undang-undang sementara
1949.
Maka setelah itu
ditopang lagi oleh Penpres No. 6 tahun 1959, pimpinan dalam pemerintahan
diletakkan dalam tangan seorang kepala daerah, baik dalam bidang eksekutif
sebagai top administrator di bidang Legislatif sebagai ketua DPRD.
Melihat realitas di
atas, maka tentunya di setiap daerah yang ada di wilayah Indonesia, yang
memiliki potensi daerah baik potensi sumber daya manusia maupun potensi sumber
daya alam tentunya, ingin membentuk pemerintahan sendiri. Maka untuk mewujudkan
hal tersebut, dibentuklah panitia penuntut Kabupaten Barru pada bulan September
1957 yang menginginkan Barru sebagai daerah otonom setingkat Kabupaten.
Dengan
ditandatanganinya naskah Undang-Undang Pembentukan Daerah-Daerah tingkat II di
Sulawesi Selatan pada tanggal 4 Juni 1959, tentunya menjadi kabar gembira bagi
masyarakat Kabupaten Barru untuk mewujukan cita-citanya. Sehubungan dengan
selesainya tugas dari panitia penuntut Kabupaten Barru, maka pada tanggal 20
Oktober panitia ini dibubarkan dan diganti dengan Panitia Realisasi Kabupaten Barru.
Djauharuddin (2000 : 49), menjelaskan tentang penggantian hal tersebut :
Membubarkan badan penuntut
Kabupaten Barru dan membentuk penggantinya panitia realisasi Kabupaten Barru
yang ketuanya andi Iskandar Unru dari Swapraja Tanete, yang anggota-anggotanya
adalah anggota Badang Penuntut Kabupaten Barru ditambah pegawai-pegawai
swapraja.
Dalam rangka
pencalonan untuk memimpin Barru menghangat, pencalonan kepala menyebabkan
partai-partai politik sibuk mengadakan konsolidasi dengan partai-partai politik
lainnya. Ini tentunya hal yang lumrah bagi menghadapi pemilihan kepala daerah,
namun yang selalu menjadi korban dari hal tersebut biasanya rakyat, seperti
yang dikemukakan Nurul Huda dalam Thaha (2004 : 35), sebagai berikut :
Fenomena yang melimpah terhadap
fenomena politik partai membuat kita lupa dan tidak sensitif terhadap ruang
siasat kebudayaan rakyat. Bisa jadi berbagai ratapan terhadap kondisi politik
kini karena melupakan akar sekaligus kekuatan demokrasi sendiri, yakni massa rakyat. Sementara
itu, energi masyarakat justru diabaikan. Sementara partai-partai politik justru
mengeksploitasinya setiap menjelang pemilu.
Namun apa yang
dikemukakan oleh Nurul Huda tersebut, tentunya belum semuanya terjadi di Barru
pada saat itu. Karena, pergolakan politik yang terjadi pada tahun-tahun
tersebut di daerah tidak terlalu panas bila dibandingkan pada saat sekarang
ini. Apalagi Barru pada saat itu masih dalam tahap transisi menjadi sebuah
daerah otonom, yang tentunya juga masyarakat belum paham akan terlalu mengerti
akan hal tersebut.
Perkembangan
politik selanjutnya adalah seluruh komponen yang ada di Kabupaten Barru, baik
partai politik golongan-golongan lainnya serta seluruh masyarakat mengajukan
calon kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur yang bersama dengan Panglima
KDM, SST membentuk Panitia (Team) untuk meneliti setiap calon Kepala Daerah.
Dengan terbentuknya
Panitia penyeleksi calon Kepala Daerah Barru, maka tidak lama Kepala Daerah
pertama Barru pun diangkat melalui SK Pengangkatan No. UP. 7/2/39/376 tanggal
28 Januari 1960. Seperti yang dikemukakan oleh Djauharuddin (2000 : 49) sebagai
berikut :
Akhir Januari 1960 tersiarlah
berita di surat
kabar bahwa La Nakka Letnan Satu AD Kepala Kantor Veteran Kotapraja Makassar
diangkat sebagai Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Barru. Menyusul terbitnya
SK Pengangkatan No. U.P. 7/239/376 tanggal 28 Januari 1960, terhitung mulai
tanggal 1 Februari 1960.
Setelah adanya
Kepala Daerah definitif yaitu La Nakka, maka panitia realisasi Kabupaten Barru
dipimpin ketuanya Andi Iskandar Unru dan tokoh-tokoh masyarakat Barru ke Ujung
Pandang manghadap Gubernur untuk menyatakan dukungan pengangkatan La Nakka
sebagai Kepala Daerah Barru yang pertama.
Hanya berselang
satu bulan setelah penetapan La Naka sebagai Kepala Daerah Tingkat II Barru, tepatnya
pada tanggal 20 Februari bertempat di Balai Pemerintahan Swapraja. Selanjutnya
dilengkapi perangkat pemerintahan daerah Barru, sementara Andi Iskandar Unru
diangkat menjadi Sekretaris Daerah. Anggota Badan Harian (BPH) terdiri dari 4
orang, sedangkan anggota DPRD Gotong Royong terdiri dari 18 orang.
Dalam perkembangan
kemudian, maka pada tahun 1961, wilayah-wilayah pemerintahan (bekas Swapraja)
yang berstatus distrik, juga mengalami perubahan menjadi 5 wilayah pemerintahan
administrasi yang disebut Kecamatan. Adapun kelima Kecamatan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Kecamatan Barru, bekas Swapraja
Barru
2. Kecamatan Tanete Rilau, bekas
Swapraja Tanete
3. Kecamatan Tanete Rilau, bekas
Swapraja Tanete
4. Kecamatan Soppeng Riaja, bekas
Swapraja Soppeng Riaja
5. Kecamatan Mallusettasi, bagian
bekas Wilayah Swapraja Mallusetasi. (Tim Penyusun Barru, Tanpa Tahun : 9)
Sehubungan dengan
perkembangan Kabupaten Barru yang begitu pesat, dari berbagai segi, maka pada
tahun 1996, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH tingkat I Sulawesi Selatan
Nomor 530/VI/1996 tanggal 27 Juni 1996, telah ditetapkan 2 wilayah Kecamatan
Perwakilan, yaitu:
1.Kecamatan Perwakilan Balusu
dengan wilayah meliputi sebahagian kecamatan Barru dan Kecamatan soppeng Riaja.
2.Kecamatan Perwakilan Pujananting
dengan wilayah meliputi sebahagian wilayah Kecamatan Tanete Riaja.
(Tim
Penyusun Barru, Tanpa Tahun : 9).
Sampai pada tahun
1995 atau setelah menginjakkan usianya pada angka 45, Kabupaten Barru, telah 5
kali mengalami pergantian Bupati, yaitu :
1. Lanakka (20-2-96 s/d 1-1-1966)
2. H. Machmud Sewang (16-7-1965 s/d 5-3-1980)
3. H. Andi Syukur (5-3-1980 s/d 5-3-1985)
4. H. Mansyur A. Sulthan, BA (5-3-1985 s/d 5-3-1990)
5. Drs. H.A. Pamadengrukka M (
5-3-1990 s/d 5-3-1995)
6. Drs. H.A. Makkassau Razak (6-4-1995 s/d 6-4-2000)
Memasuki
pertengahan tahun 2000, Kabupaten Barru yang sebelumnya memiliki lima Kecamatan dan dua Kecamatan
Perwakilan telah memiliki tujuh Kecamatan dengan ditetapkannya kedua Kecamatan
Perwakilan tersebut menjadi Kecamatan Defenitif dengan wilayah yang sama ketika
masih berstatus sebagai Kecamatan Perwakilan.